March 19, 2022 By Admin2

Pengampuan Penyandang Disabilitas Mental di Indonesia

Di dalam istilah hukum, ada yang istilah “pengampuan “,dimana seorang penyandang disabilitas mental = Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) / Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) karena kondisi yang dialami seperti  kekambuhan, ketidakstabilan hingga hilang kesadaran sehingga tidak sanggup taat dalam hukum, dapat dimasukkan dalam pengampuan. Pengampu bertidak sebagai wakil untuk melindungi dan menjamin semua hak orang dengan disabilitas mental tersebut. Namun pada prakteknya pengampuan di Indonesia masih jauh dari apa yang tertuang pada konvensi PBB,  United Nations Convention On The Rights of Persons  with  Disabilities (UNCRPD) pasal 8 yang menyatakan  pemerintah   harus   “mengadopsi  kebijakan-kebijakan   yang   segera, efektif, dan sesuai” untuk “melawan stereotip,  prasangka,  dan  praktik-praktik yang merugikan menyangkut penyandang   disabilitas…   dalam seluruh bagian kehidupan” (Panglipurjati, 2021).

Walaupun Indonesia telah ikut meratifikasi UNCRPD,  laporan hasil penelitian LBHM Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat  tahun 2020 menemukan bahwa regulasi mengenai pengampuan yang tertuang di Undang Undang Kesehatan Jiwa 2014 dan peraturan pelaksanaannya serta  Undang-Undang Penyandang Disabilitas masih melanggengkan lembaga pengampuan. Meskipun pada beberapa  sisi  telah  dicoba  untuk memperketat mekanisme permohonan dan penetapan pengampuan   tetapi  temuan menyatakan tidak   cukup nampak  perbaikan regulasi sesuai paradigma supported decision  making yang memungkinkan orang dengan disabilitas mental bisa memiliki kapasitas hukum memadai sehingga bisa terlibat dalam keputusan yang  diambil dengan dukungan intitusi serta orang- orang yang dia percayai, sebagaimana diamanatkan oleh UNCRPD. Bahkan ditemukan juga, sistem pengadilan Indonesia terkait pengampuan tidak sejalan dengan UNCRPD, yang menyatakan  bahwa semua orang dengan disabilitas mental mendapatkan persamaan hak dan kedudukan di mata hukum.

Di Indonesia, seperti banyak dinyatakan oleh member KPSI, masih banyak kasus terjadi, ODGJ sering mengalami  pengambilan hak nya secara paksa akibat pengampuan yang tidak sesuai UNCRPD. Seperti contoh yang banyak dikeluhkan,  ODGJ kehilangan hak asuh atas anak, kehilangan harta warisan, kehilangan kuasa atas layanan financial, kehilangan kesempatan melanjutkan pendidikan ataupun kehilangan kesempatan bekerja. Beberapa anggota KPSI bahkan mengaku pernah mengalami rawat paksa oleh warga sekitar dan dikirim ke panti rehabilitasi dengan kualitas buruk yang justru akhirnya mengalami penganiayaan.

Jadi walaupun Indonesia telah meratifikasi UNCRPD ternyata proses pengampuan yang ada belum mencerminkan supported decision making.  Sebagai contoh perbandingan adalah di negara bagian Victoria, Australia,  dimana proses pengampuan dengan prinsip supported decision making,  dilaksanakan dengan melalui proses dengar pendapat (hearing) yang melibatkan yang ODGJ/ODMK bersangkutan,  pengacara, hakim , psikiater serta pelaku rawat. Proses yang ideal, dalam pengampuan harus menitikberatkan sejauh mana kondisi mental seorang penyandang disabilitas mental mempengaruhi  kemampuannya mengambil keputusan. 

Harapan ke depannya pihak berwenang menyangkut kebijakan hukum  seperti DPR, pemerintah, tenaga kesehatan seharusnya lebih berorientasi kepada proses. Karena proses pengambilan keputusan  dalam membantu penyandang disabilitas mental, OGDJ/ODMK bukan mengarah kepada substitute decision making/penggantian pengambilan  keputusan  melainkan lebih kepada supported decision making/dukungan pengambilan keputusan (Panglipurjati, 2021)

Fakta yang masih ditemui di Indonesia, penetapan pengampuan oleh hakim, tidak didasarkan pada hasil pemeriksaan oleh ahli kesehatan  jiwa. Juga seharusnya penetapan pengampuan bisa di pilah antara pengampuan permanen atau sementara. Peraturan dan undang undang juga sudah seyogya nya mengutamakan pemenuhan hak ODGJ /ODMK, yang bertujuan melindungi dari penyalah gunaan pengampuan.

Maka diharapkan, perhatian   terhadap   pelayanan kesehatan  jiwa  di  Indonesia masih  harus ditingkatkan   supaya   masyarakat khususnya  penyandang  disabilitas mental  dan  keluarganya  memiliki akses atas pengobatan dan perawatan yang memadai sehingga   penyandang   disabilitas mental  dapat  berada  pada  kondisi  yang lebih stabil atau pulih sehingga  mereka  dapat  mengambil keputusan atau melakukan perbuatan hukum   secara   mandiri   sebagai salah satu bentuk pemenuhan hak asasi.

 

Artikel oleh Agus Sugianto, S.Pd., M.HP.

 

 

Referensi

Albert  Wirya, et  al,  Asesmen  Hukum Pengampuan  di  Indonesia:  PerlindunganHak Orang Dengan Disabilitas Psikososial: Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat, 2020, pp.8.

Panglipurjati, P., 2021. Sebuah Telaah Atas Regulasi dan Penetapan Pengampuan Bagi Penyandang Disabilitas di Indonesia dalam Paradigma Supported Decision Making.. Jurnal Paradigma Hukum Pembangunan6(02), pp.79-109.

 

 

 

Bagikan artikel ini