April 28, 2022 By Admin2

Hentikan Stigma Skizofrenia sebagai Penyakit Mental

Oleh Dwi Nurul Larasati

Sering mendengar suara yang seakan-akan mengajak bicara dan tidak bisa membedakan mana khayalan atau kenyataan. Bahkan mengasingkan diri dari kehidupan bermasyarakat. Hal-hal tersebut kerap dialami oleh penyintas skizofrenia. Panggilan bagi Orang Dengan Skizofrenia (ODS) kerap kali disebut orang tidak waras atau berpenyakit mental. Stigma terhadap skizofrenia juga masih dianggap negatif di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, stigma terhadap penderita skizofrenia mesti dihentikan mulai dari diri sendiri.

Istilah mental health dalam arti kesehatan jiwa sering dibahas saat ini. Tidak sedikit yang masih menganggap skizofrenia sebagai penyakit mental. Padahal jika rutin diobati bisa pulih.  Menurut Undang-Undang No.18/2014 tentang Kesehatan Jiwa, kesehatan jiwa adalah kondisi di mana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, sosial, sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan (stres), dapat bekerja secara produktif, serta memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Namun sayangnya stigma tentang skizofrenia masih buruk di mata masyarakat.

 

Ilustrasi by Canva

Menurut data Riskesdas tahun 2018 prevalensi rumah tangga dengan ART gangguan jiwa skizofrenia yang pernah dipasung menurut tempat tinggal kurang lebih selama 3 bulan sebanyak 31,1% di perkotaan dan 31,8% di pedesaan (sumber: pusdatin kemkes).  Hal ini tentu tidak mencerminkan sila ke-2 Pancasila yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Ditambah stigma yang beredar di masyarakat membuat penyintas skizofrenia dikucilkan atau bahkan diperlakukan tidak manusiawi. Keluarga malu mengenalkan anggotanya yang menderita skizofrenia kepada lingkungan masyarakat. Minimnya pengetahuan dan akses pengobatan, keluarga memilih  cara pasung di ruang kecil dan gelap. Belum banyak masyarakat kita mengenal macam-macam masalah kesehatan jiwa. Stigma masyarakat masih melekat terhadap orang dengan gangguan kejiwaan atau skizofrenia.

Skizofrenia sering kali disebut sebagai penyakit mental. Namun bukan itu arti sebenarnya. Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan gangguan proses berpikir dan tanggapan emosi yang lemah (Wikipedia) atau dalam artian lain gangguan otak kronis akibat ketidakseimbangan kimiawi otak, di mana kesehatan mental seseorang  dipengaruhi oleh sedikit atau banyaknya neurotransmitter pada otak. Neurotransmitter merupakan senyawa kimiawi dalam tubuh yang bertugas untuk menyampaikan pesan antara satu sel saraf (neuron) ke sel saraf target yang berada di bagian otot, berbagai kelenjar, dan bagian lain dalam tubuh. (SehatQ). Jika ada yang tidak seimbang pada otak, maka timbul berbagai gangguan kesehatan.

Skizofrenia ditandai dengan gangguan pola pikir, perilaku, dan emosi serta kesulitan menerima realita. Jika enggak diobati, maka bisa menyebabkan penderita mengalami hambatan dalam aktivitas sekolah, kerja, berkeluarga, ataupun bersosialisasi. Ternyata rumit juga kehidupan orang dengan skizofrenia. Otaknya enggak bisa mengetahui mana kenyataan atau halusinasi. Pada umumnya skizofrenian (ODS) tidak memahami kalau dirinya mengalami gangguan dan membutuhkan pengobatan. Oleh karena itu mesti kita ketahui tanda dan gejalanya yang dapat dikategorikan sebagai berikut :

Gejala Positif

  • Halusinasi : gangguan persepsi panca indra tanpa adanya stimulus. Misalnya, mendengar suara-suara yang berkomentar buruk tentang dirinya.
  • Delusi / Waham : gangguan isi pikir yang salah tapi sangat dipercaya. Misalnya, percaya dirinya nabi, orang besar, curiga orang sekitar berkomplot menyakiti dirinya.
  • Merasa dirinya disiarkan, dipengaruhi, ataupun diambil.
  • Merasa gerak tubuhnya dikendalikan atau dipengaruhi kekuatan lain.
  • Gelisah dan mengamuk tanpa sebab.

Gejala Negatif

  • Roman ekspresi wajah menumpul.
  • Tak ingin bicara, bergerak, ataupun beraktivitas termasuk membersihkan diri.
  • Bicara terputus tiba-tiba atau terhambat.
  • Tak ingin makan dan tidur terganggu.
  • Sibuk hidup dalam pikiran khayalnya sendiri.

Gejala Kognitif

  • Umumnya terjadi pada skizofrenia kronis yang lama tak diobati.
  • Penurunan kemampuan dalam berencana dan melakukan pekerjaan.
  • Penurunan kemampuan dalam bersosialisasi.

Gejala Mood

  • Suasana perasaan yang menumpul.
  • Pada skizoafektif dapat disertai mood yang menurun ataupun meningkat.

(Sumber : Webinar Jurnalistik Kesehatan Jiwa KPSI)

Penyebab terjadinya skizofrenia beragam, namun tidak ada faktor penyebab tunggal. Biasanya terjadi karena faktor risiko berupa kerentanan genetik dan faktor lingkungan. Pada faktor lingkungan berupa perkembangan otak yang terganggu selama kehamilan dan persalinan, korban kekerasan saat anak remaja, pengaruh zat yang mempengaruhi kimiawi otak.

Beberapa stigma atau bisa diartikan ciri negatif pada orang dengan skizofrenia masih belum dipahami oleh masyarakat. Padahal jika tahu lebih dalam mengenai skizofrenia, anggapan buruk pada ODS bisa dihapus. Stigma terhadap Orang Dengan Skizofrenia antara lain dianggap orang bodoh atau lupa ingatan, padahal masih tetap ingat namun sulit mengendalikan diri. Lalu, ODS itu kurang iman atau pengaruh ilmu hitam, padahal adanya gangguan kimiawi otak. Obatnya jenis narkoba, padahal menggunakan terapi holistik atau obatnya tidak ada kandungan zat adiktif,  ODS tidak bisa sembuh, padahal bila berobat yang benar bisa pulih dan stabil.

Skizofrenia itu gangguan yang treatable (bisa diobati) walaupun bukan curable (bisa disembuhkan). Kalau akutnya sudah hilang, maka bisa melanjutkan terapi rawat jalan dari rumah bersama keluarga dan dapat tempat terbaik di masyarakat (tanpa stigma) serta dibantu oleh negara dalam merawat.

Sebenarnya bukan hanya skizofrenian saja yang menderita akan penyakitnya, tapi juga bagi keluarganya. Derita keluarga dipermalukan masyarakat, gengsi tidak mau berobat dengan BPJS, habis biaya, tenaga, waktu bahkan dibohongi oleh pengobatan alternatif, saat kumat bukan dibantu malah dimarahi, bahkan ada keluarga yang berhenti bekerja demi mengurus ODS.

Oleh karena itu, para ODS serta keluarga butuh dukungan dari pihak luar. Karena menanggung beban yang tidak mudah diselesaikan sendiri. Adanya dukungan dari komunitas seperti KPSI sangat membantu untuk memberikan edukasi pada masyarakat, terbentuknya kelompok dukungan para ODS dan keluarga, advokasi kebijakan kesehatan jiwa dan aktivitas sosial pada masyarakat. Selama lebih dari satu dekade, KPSI memperjuangkan advokasi kesehatan jiwa di Indonesia. Hal ini bertujuan agar stigma terhadap Orang Dengan Skizofrenia berhenti sampai pada masyarakat yang mengetahuinya.

 

Referensi

 

 

 

 

 

Bagikan artikel ini