March 22, 2022 By Admin2

DALYs Rate Skizofrenia Indonesia Paling tinggi di Dunia? MENGAPA ?

Beberapa hari yang lalu, Twitter ramai oleh berita unggahan tentang Skizofrenia di Indonesia, disebutkan “number 1 schizophrenia country”. Indonesia menempati urutan pertama dengan DALY rate 321.870. Negara lain di bawahnya yakni Filipina, Thailand, dan Malaysia. Hingga Selasa (15/3/2022), twit itu sudah diretwit sebanyak lebih dari 3.000 kali dan disukai sebanyak 25.900 kali oleh pengguna Twitter lainnya (dikutip dari Kompas.com 22 Maret 2022). Lebih lanjut, KOMPAS , menjelaskan apa yang dimaksud dengan Skizofrenia, DALYs rate, prevalensi dan bahkan  penyebab serta faktor pendukung terjadinya skizofrenia. 

Agak berbeda dengan KOMPAS,  portal berita  Kumpa***, dalam ulasannya menulis, Skizofrenia di Indonesia Indonesia merupakan negara yang menempati peringkat pertama dengan disability-adjusted life years (DALYs) rate, yakni sebesar 321.870. Tanpa menjelaskan apa itu DALYs rate, sekedar pernyataan yang memberi kesan pembaca awam, bahwa di Indonesia ini banyak sekali jumlah orang yang mengalami. Akan cukup membingungkan pembaca awam. Apa mereka pikir pembaca kita semua orang kesehatan atau publik health? Ditambah keterangan kutipan sepotong menjelaskan skizofrenia  berbahaya, menonjolkan sisi negatif yang justru membuat tanda tanya,  tujuan nya apa menulis seperti itu. Mendiskreditkan para penderita Skizofrenia di Indonesia dan menambah stigma adalah dampak yang sangat mungkin terjadi.

Pertanyaan yang terbersit seharusnya kenapa angka DALYs Indonesia tertinggi? Mengapa hal itu terjadi. Hal itu yang perlu kita investigasi bersama.  Bagaimana peran Media dalam edukasi kesehatan jiwa, sudahkah jurnalisme di Indonesia melek isu Kesehatan Jiwa?. Kami di KPSI, komunitas kesehatan jiwa sebagai pembaca tentu saja sangat berterimakasih bahwa pemberitaan seperti ini informatif, namun mari kita kritisi apakah cukup hanya menulis informasi temuan dan dilempar ke publik begitu saja?

Kritik dan Opini dari kami, Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia yang telah lebih dari satu dekade memperjuangkan advokasi kesehatan jiwa di Indonesia.  Pernyataan DALYs rate Skizofrenia tertinggi di dunia  sangat wajar dan masuk akal. Sudah sepantasnya orang dengan Skizofrenia di Indonesia itu memiliki DALYs rate yang tinggi, yang berarti harapan hidup dan kualitas hidup ODS kita rendah.  Wong memang isu ksesehatan jiwa di negeri ini marginal, kering, pedih dan memilukan. Apakah tidak kalian lihat banyaknya gelandangan psikotik di jalan terlantar, betapa ramainya panti rehabilitasi tidak layak yang justru menjadi tempat buangan ODS oleh keluarga mereka sendiri. Betapa banyakya kasus kehilangan nyawa keluarga dan pemberitaan menyayat hati oleh orang yang di tengarai memiliki gangguan jiwa, betapa puluhan ribu orang masih hidup dalam pemasungan.Betapa ODGJ dan ODMK hanya bahan expose youtube pemuja kekaguman untuk oknum pahlawan berhati mulia, yang menjadikan ODGJ sebagai bahan konten. Betapa kesehatan jiwa bukan prioritas pemangku kebijakan. Data dan riset telah menunjukkan fakta yang kami sampaikan diatas adalah nyata . Bahkan beberapa diantara anggota KPSI adalah korban dari ketidakpedulian pemerintah, dan masyarakat atas isu kesehatan jiwa.  Dan jika dirunut ke hilir akar masalah  akan berujung sebab tingginya stigma. Kita semua pasti mengetahui bahwa ketidak pedulian menumbuhkan stigma,begitu sebaliknya.

 

Di Indonesia, stigma terhadap kesehatan jiwa masih sangat tinggi.  Laman Kementrian Kesehatan (2019) menyatakan Treatment Gap  kesehatan jiwa 90%. Yang artinya mayoritas penduduk yang mengalamai masalah jiwa dan gangguan kejiwaan tidak mengakses layanan kesehatan jiwa. Banyak diantara kita merasa malu untuk pergi ke professional tenaga kesehatan. Disebabkan tingginya stigma. Tidak banyak layanan kesehatan jiwa memadai yang tersedia di negeri ini.  Sekali lagi semua karena stigma. Apa yang harus kita lakukan??Tentu bukan hal mudah cari jawabannya bukan?

Melihat fakta diatas, stigma dalam kesehatan jiwa Indonesia, masalahnya sudah sistemik, ibarat penyakit sudah menyebar kemana- mana. Dari kurangnya integasi lintas sektor , masalah anggaran, birokrasi, sistem kesehatan jiwa, sumberdaya, dan berbagai tantangan lainnya.

DItunggu di tulisan  KPSI selanjutnya. Salam sehat jiwa!!!

Bagikan artikel ini